PONTIANAK, ZONAKALBAR.COM – Prof. Dr. H. Zaenuddin, MA menjadi pembicara pada kegiatan Dialog Interaktif yang diselenggarakan oleh Kabinet Satya BEM IKIP PGRI Pontianak. Dialog tersebut bertema “Merajut Keragaman Budaya dan Toleransi Beragama dalam Menciptakan Keharmonisan Dikehidupan Kampus”.
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Hadari Nawawi IKIP PGRI Pontianak tersebut menghadirkan Oktaviane Meman, MTh sebagai pembicara dari STAKATN Pontianak. (26/06/2024)
Saat membuka kegiatan, Suherdiyanto, S.Pd, M.Pd selaku Wakil Rektor II IKIP PGRI Pontianak menyampaikan urgensi merajut keberagaman dan toleransi dikalangan mahasiswa, perbedaan itu ibarat pelangi yang indah.
“Keragaman budaya itu seperti pelangi, karena perbedaan itu sungguhlah indah. Kenapa ada konflik etnis dan sebagainya? karena kita memahami agama hanya sebatas ritual agama saja tetapi tidak memahami hakikat keagamaan itu sendiri. Kita tidak boleh memaksa orang lain yang berbeda dengan agama kita untuk mengikuti agama kita. Bahwa kita juga sama-sama memiliki budaya, sama dalam berpendidikan, sama dalam hukum. Belakangan ini mulai tampak ancaman disintegrasi, intoleransi, menganggap agama mereka paling benar, sementara agama yang lain dimusnahkan. Tidak boleh kita mengklaim juga bahwa hanya etnis kita paling berjasa berjuang di daerah ini, tidak boleh begitu dalam konsep kebangsaan. Kita harus merajut kesatuan dan persatuan di NKRI”, jelas Pak Warek II.
Pembicara Oktaviane Meman, MTh dari STAKATN Pontianak menegaskan bahwa kampus itu sebagai tempat kita dalam menerima segala bentuk perbedaan, sebagai tempat untuk kita saling menghargai, bertoleransi.
“Kampus itu tempat kita menerima perbedaan. Teman-teman generasi Z walaupun konsen di sosial media, tetap harus selalu mempromosikan keragaman budaya dan mampu merajut perbedaan budaya di Kalimantan Barat. Semboyan bangs akita Bhinneka Tunggal Ika bermakna kita berbeda-beda tetapi tetap satu. Kampus tempat kita menimba ilmu untuk saling menghargai, bagaimana kampus menciptakan kultur yang saling menghargai. Agama katolik misalnya mengajarkan tentang diskusi kemanusiaan atau toleransi beragama. Sebagai seorang pendidik kita akan menanami modal toleransi, kejujuran dan sebagainya”, ujar dosen STAKATN Pontianak.
Prof Dr. H. Zaenuddin, MA selaku Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak dalam menyampaikan materi pada dialog interaktif menegasi dan mengajak mahasiswa untuk meneladani para Founding Fathers NKRI dalam merajut keberagamaan budaya untuk toleransi beragama.
“Mahasiswa adalah pilar penting dalam mewujudkan kesatuan di Republik Indonesia. Untuk itu perlu saya sampaikan pertama, keragamaan budaya, multikulturalisme, paham yang mempercayai atau meyakini bahwa kita ini dengan banyak budaya yang berbeda, harus bertoleransi, harus saling menghargai dan saling menghormati. Kita harus paham bahwa kita berbeda-beda, karena kita sepakat bahwa kita berbeda-beda maka kita akan menghargai perbedaan tersebut. Kedua, toleransi itu awalnya dari pikiran, syarat toleransi itu kita harus memahami, memahami beragama kita sehingga kita harus moderat dalam mempraktikkan pada agama kita. Ketiga, kebebasan kita dalam beragama tidak mengganggu kebebasan dari orang lain. Maka generasi muda harus meneladani para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam merajut keberagamaan untuk toleransi beragama, mereka berasal dari beragam etnis, agama, dan daerah, demi NKRI”, tutur Guru Besar Studi Agama dan Budaya IAIN Pontianak.
Sebagai wujud praktik merajut keberagaman dan toleransi, kegiatan dialog interaktif dimulai dengan pembacaan doa oleh mahasiswa IKIP PGRI Pontianak dari setiap perwakilan agama-agama.