Puluhan Mahasiswa Tolak Pembahasan Ranperda RTRW Provinsi Kalbar

PONTIANAK – Puluhan Mahasiswa dan Pemuda yang tergabung dalam Aliansi Perlawanan Darurat berdemonstrasi di depan gedung DPRD Kalbar Jl. Jenderal Ahmad Yani, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (11/9/2024). Aksi tersebut bentuk penolakan terhadap Pembahasan Ranperda Tentang RTRW (Rancangan Tata Ruang Wilayah) Provinsi Kalimantan Barat.

Pelaku aksi yang mengaku sebagai Aliansi Perlawanan Darurat ini merupakan gabungan dari perwakilan organisasi masyarakat diantaranya, PMKRI Cabang Pontianak, Barisan Pemuda Adat Nusantara Kalimantan Barat, GMKI Cabang Pontianak, Forum Mahasiswa Kabupaten Landak, Forum Mahasiswa Dayak Kabupaten Sekadau, Ikatan Pemuda Dayak Kubu Raya, Asrama Mahasiswa Kabupaten Landak, dan Ikatan Mahasiswa Dayak Jawat’n Sekadau.

Baca juga: Hasil pertandingan Indonesia vs Australia pada Kualifikasi Piala Dunia : Skor Imbang 0-0

Aksi tersebut merupakan bentuk protes kepada DPRD Kalbar karena pembahasan Ranperda RTRWP Kalbar tidak transparan dan kurangnya pelibatan para pihak (Masyarakat Adat, Masyarakat Lokal, Pemerhati Lingkungan, Lembaga terkait, Pemuda dan Mahasiswa) dalam proses penyusunan Ranperda.

Dikatakan Perwakilan Barisan Pemuda Adat, Bobpy dalam orasinya, sikap DPRD Kalbar tidak terbuka membahas Raperda RTRW ini. “Ketika proses pencalonan DPR, kalian berebut minta suara kami, Tapi Ketika pembahasan Ranperda kami tidak pernah dilibatkan, padahal yang akan menerima dampak dari Ranperda RTRW ini adalah kami seluruh Masyarakat Kalimantan Barat,” kata Bobpy.

Masa aksi kemudian ditemui oleh Anggota DPRD juga selaku Pansus yang membahas terkait Ranperda RTRWP Kalimantan Barat, diantaranya, Syarif Amin Muhammad Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Barat yang juga Koordinator Pansus, Lidya Natalia Sartono Ketua Pansus, Rasmidi anggota Pansus dan Niken Tia Tantina juga anggota pansus.

Baca juga: Tegas! Budianto ingatkan ASN dan Kepala Desa untuk bersikap netral

Masa aksi diajak naik oleh Pansus DPRD Kalbar menuju Ruangan Banggar untuk melakukan dialog. Melalui dialog tersebut disampaikan point-point yang menjadi tuntutan, diantaranya :

  1. Mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Barat menunda Pengesahan RANPERDA RTRWP Kalimantan Barat karena Kurangnya pelibatan para pihak (Masyarakat terdampak, Masyarakat adat, Masyarakat lokal, Lembaga terkait, ormas, dll) dalam proses penyusunan RANPERDA.

  2. Mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Eksekutif dan Legislatif) segera membahas dan mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Barat.

  3. Menolak Kawasan budi daya Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) yang kemudian diterjemahkan dalam Pasal 46 Ayat 1 dengan Bunyi Kawasan Permukiman dengan kode PM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f seluas kurang lebih 129.779 (seratus dua puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh sembilan) hektare tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.

  4. Mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Barat untuk meninjau Kembali Pemukiman Masyarakat dan wilayah adat yang masuk dalam Perizinan dan Kawasan Hutan agar di keluarkan (Inclape).

  5. Mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Barat Memperjelas Pasal 93 ayat (1) Huruf i, j,k,l,m tentang hutan adat yang akan ditetapkan menjadi cagar budaya.

  6. Mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Barat memasukan Hutan Adat Dayak seberuang Kampung Silit Desa Nanga Pari Kec. Sepauk Kab. Sintang kurang lebih seluas 4.272 Hektare di dalam Pasal 37 Huruf f.

  7. Kami Menolak dengan tegas Pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Kabupaten Bengkayang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf e, dan/atau di seluruh wilayah Kalimantan Barat.

Joshierai Omutn P.G selaku korlap aksi berharap DPRD Provinsi Kalimantan Barat dapat mempertimbangkan lagi Ranperda tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah sesuai dengan point tuntutan diatas.

“Pansus DPRD menyampaikan bahwa hari ini Pembahasan terkait Finalisasi Ranperda tersebut di batalkan dan ditunda. mereka sepakat untuk mengadakan Publik Hearing, mengundang para pihak terkait seperti Masyarakat Lokal, Masyarakat Terdampak, Masyarakat Adat, Pemerhati Lingkungan, Ormas, serta OPD yang terlibat dalam Ranperda ini,” ucap Josi.

Dikatakannya, dengan ditundanya pembahasan terkait finalisasi ranperda ini, pihaknya akan menyiapkan data-data pendukung yang berkaitan dengan point tuntutan sehingga tuntutannya dapat diakomodir.**