Ketua FKUB Kalbar Sampaikan Pesan Eko-Teologi Lintas Iman

PONTIANAK, ZONAKALBAR.COM – Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat, Prof. Ibrahim, hadir sebagai narasumber dalam Rapat Kerja Nasional Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah/Sinode Am Gereja (PGIW/SAG) tahun 2025. Kegiatan tersebut berlangsung sejak tanggal 7 sampai 9 Agustus 2025 di Hotel Star, dan pada tanggal 8 Agustus kegiatan ini berlanjut di Gereja Kristen Kalimantan Barat, Kota Pontianak.

Baca juga:Kades Sungai Segak Himbau Warga Kibarkan Bendera Merah Putih Sepanjang Bulan Agustus

Baca juga:Nasaruddin Umar Sampaikan Pesan Penting dalam Silaturahmi Nasional FKUB

Prof. Ibrahim selaku pemateri hadir pada malam Sabtu untuk membawakan materi berjudul “Eko-Teologi Lintas Iman: Pesan Agama untuk Harmoni Alam dan Kemanusiaan – Kurikulum Cinta”. Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa dirinya tidak bermaksud menggurui, melainkan ingin membuka ruang dialog bersama peserta.

Ia menyoroti berbagai persoalan lingkungan yang kerap melanda Kalimantan Barat, seperti penebangan hutan secara masif, kebakaran hutan untuk perkebunan, pencemaran sungai akibat pertambangan, hingga polusi udara. Kondisi ini, menurutnya, membuat banjir, tanah longsor, dan kabut asap menjadi ancaman yang hampir tak terelakkan setiap musim kemarau.

Baca juga:FKUB Bersama PGIW Kalbar Pererat Silaturahmi, Jaga Keharmonisan Umat Beragama

“Pertanyaannya, bagaimana umat beragama mengatasi semua ini?” ujarnya.

Untuk mengajak audiens merenung, Prof. Ibrahim memutar lagu Berita kepada Kawan karya Ebiet G. Ade. Ia menekankan lirik yang berbunyi:

“Barangkali di sana ada jawabnya,

Mengapa di tanahku terjadi bencana,

Mungkin tuhan mulai bosan melihat tingkah kita,

Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa,

Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita,

Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.”

Menurutnya, “rumput yang bergoyang” bisa dimaknai sebagai simbol agama-agama yang memiliki peran penting dalam kepedulian terhadap lingkungan.

Ia kemudian mengajak peserta mendalami pandangan agama terhadap lingkungan melalui perspektif eko-teologi lintas iman. Beberapa di antaranya:

Islam – Menjaga dan melestarikan alam adalah misi agama. Al-Qur’an, surah Al-Ankabut ayat 57, mengingatkan bahwa alam diciptakan untuk kesejahteraan manusia, bukan untuk dieksploitasi secara berlebihan. Perusakan alam akan mengundang bencana.

Kristen – Dalam Kitab Kejadian, manusia mendapat mandat untuk mengolah bumi dengan bijak.

Katolik – Mengajarkan konsep “rumah bersama” di mana bumi adalah tempat tinggal semua makhluk.
Buddha – Menekankan keterhubungan semua kehidupan.

Konghucu – Ajaran Sanchai menggambarkan harmoni dan tanggung jawab manusia terhadap alam.

Hindu – Memiliki konsep dharma dan etika lingkungan yang mengajarkan keseimbangan.

Baca juga:Respon Aliran Sesat dengan Diskusi, PCNU Sambas Tidak Mengusir Namun Siap Merangkul

Baca juga:PMII STITDAR Gelar RTK: Momentum Regenerasi, Kritis dan Progresif

“Semua agama, pada hakikatnya, mengajarkan cinta kepada alam. Menjaga lingkungan adalah wujud ketaatan kepada Tuhan,” tegas Prof. Ibrahim.
Ia menutup sesi dengan ajakan untuk memperkuat pesan lintas iman ini: memelihara lingkungan bukan hanya untuk keberlanjutan alam, tetapi juga demi kerukunan dan harmoni antara manusia dan alam itu sendiri.

“Merusak lingkungan bukan sekadar merusak alam, tetapi juga bentuk kedurhakaan kepada Tuhan. Mari, melalui agama, kita wujudkan harmoni alam dan manusia,” pungkasnya.