ZONA KALBAR COM – Kasus suap proyek jalan di Sumatera Utara semakin memanas dengan tekanan yang tak kunjung reda untuk menghadirkan Gubernur Bobby Nasution alias menantu Presiden Joko Widodo — ke ruang sidang.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, bahkan secara tegas mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK agar segera mematuhi perintah hakim Khamozaro Waruwu untuk memanggil sosok yang diduga punya peran sentral dalam pergeseran anggaran proyek senilai Rp165,8 miliar ini.
BACA JUGA: Hadiri Catholic Youth Fest 2025, Sibarani: Anak Muda Pelopor Kemajuan Kalbar
Mengapa Kehadiran Bobby Nasution Penting?
Tidak bisa dipungkiri, peran kepala daerah dalam perubahan anggaran dua proyek besar—Sipiongot–Batas Labuhan Batu sebesar Rp96 miliar dan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara Rp69,8 miliar—harus segera dibuka ke publik.
Boyamin mengungkapkan, anggaran sebesar itu tidak mungkin bergeser tanpa persetujuan dari Gubernur dan DPRD.
BACA JUGA: KPK Ungkap Dugaan Korupsi Proyek Whoosh: Harga Tanah Digelembungkan!
“Kalau anggaran itu memang benar digeser atas sepengetahuan kepala daerah, ya memanggil itu ya makanya hakim sampai memerintahkan itu kan karena memang dirasa pergeseran uang itu juga ada persetujuan dari DPRD dan kepala daerah,” tegas Boyamin.
Menurutnya, siapa yang mengusulkan pergeseran anggaran? Kepala daerah jelas menjadi sosok kunci.
KPK dan Sikap yang Masih Mengambang
BACA JUGA: Modus Jatah Preman: Gubernur Riau dan Pejabat PUPR Jadi Tersangka, KPK Sita Miliaran Rupiah!
Meski desakan publik dan hakim sudah kuat, KPK melalui Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, masih terlihat lamban dalam mengambil sikap. Asep menyebut pemanggilan Bobby baru akan dilakukan setelah putusan terhadap terdakwa utama suap, Muhammad Akhirun Piliang, selesai. Ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah KPK benar-benar serius mengusut tuntas atau justru mengulur waktu?
Menguak Persoalan Lebih Dalam
Kasus ini bukan sekadar soal uang yang berpindah tangan, tapi soal akuntabilitas dan integritas pejabat publik. Jika Gubernur Bobby Nasution benar terlibat atau setidaknya mengetahui pergeseran anggaran, publik berhak tahu. Penjelasan dari dirinya di ruang sidang bukan sekadar formalitas, melainkan kunci untuk membuka tabir korupsi yang selama ini menjerat proyek jalan di Sumut.
Boyamin menegaskan, kehadiran Bobby adalah mutlak agar majelis hakim dapat mengambil keputusan yang objektif dan adil. “Ini penting supaya hakim tidak salah dalam memutus perkara. Karena ada beberapa hal yang harus dicermati,” ujarnya.
BACA JUGA: KPK Beberkan Kuota Petugas Haji 2024 Diperdagangkan
Kesimpulan: Transparansi dan Keadilan Harus Diutamakan
Jika lembaga penegak hukum seperti KPK ingin benar-benar membersihkan korupsi, maka tidak ada ruang untuk pilih kasih atau mengulur waktu. Menantu Presiden yang juga Gubernur Sumut harus segera hadir dan memberikan kesaksian yang jujur dan transparan. Hanya dengan demikian, keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan publik pulih kembali.
Kasus ini bukan hanya ujian bagi Gubernur Bobby Nasution, tapi juga bagi seluruh sistem hukum Indonesia. Apakah kita akan membiarkan politik keluarga menghalangi penegakan hukum? Ataukah kita akan berani menempatkan hukum di atas segalanya?

