ZONA KALBAR, PONTIANAK – Politisi PKB yang juga Anggota DPRD Kota Pontianak dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rino Pandriya, mengecam keras tayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang dinilai melecehkan Kiai dan dunia Pesantren.
Tayangan tersebut sempat viral di media sosial karena menyinggung sosok KH Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
BACA: Aneh! Narapidana di Lapas Pontianak Bisa Pesan Sabu Lewat Ojek Online
Potongan video berdurasi sekitar 30 detik itu menampilkan narasi satir seputar kehidupan pesantren, termasuk kalimat yang menyebut santri “rela ngesot demi menyalami kiai” serta tulisan provokatif “Kiainya yang Kaya Raya, Umatnya yang Kasih Amplop.”
Cuplikan ini memicu gelombang kemarahan publik, terutama dari kalangan santri, alumni pesantren, dan warga Nahdlatul Ulama, hingga melahirkan tagar #BoikotTrans7 dan #SaveKiaiSantri yang sempat trending di berbagai platform.
BACA: Pengemudi Maxim Pontianak Terima Santunan Dari YPSSI
Rino menilai tayangan tersebut bukan sekadar lelucon, melainkan bentuk penghinaan terhadap dunia pesantren yang seharusnya dihormati.
“Sebagai kader PKB dan bagian dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, saya sangat mengecam keras tayangan Trans7 itu. Ini bukan hiburan, tapi pelecehan terhadap kehormatan ulama,” tegasnya, Rabu (15/10/2025).
Politikus muda itu juga meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk segera menindak tegas pihak Trans7.
Menurutnya, permintaan maaf yang telah disampaikan stasiun televisi tersebut kepada pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo belum cukup menebus kesalahan.
BACA: Menggugat Keadilan Pelayanan di Rumah Sakit Pontianak
“Trans7 tidak cukup hanya minta maaf. Ada aturan penyiaran yang jelas. Tayangan yang menyinggung nilai agama harus diberi sanksi agar tidak jadi preseden buruk,” ujarnya.
Rino menegaskan bahwa media massa seharusnya menjadi sarana edukasi, bukan tempat menyebarkan candaan yang menyinggung keyakinan masyarakat. Ia juga mengingatkan agar seluruh lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam menayangkan konten yang berkaitan dengan tokoh agama.
“Pesantren dan para kiai adalah pilar moral bangsa. Mengolok-olok mereka sama saja dengan melecehkan warisan spiritual dan intelektual Islam,” tegasnya.
BACA: Menggugat Keadilan Pelayanan di Rumah Sakit Pontianak
Ironisnya, insiden ini terjadi hanya sepekan menjelang peringatan Hari Santri Nasional.
“Di saat kita bersiap menyambut Hari Santri, malah muncul tayangan yang mencederai perasaan santri dan ulama. Ini tamparan bagi dunia penyiaran kita,” pungkas Rino.**

