ZONA KALBAR, PPONTIANAK – Anggota Komisi XIII DPR RI, Franciscus Maria Agustinus Sibarani, menegaskan pentingnya perlindungan saksi dan korban sebagai bagian dari sistem peradilan yang adil dan beradab. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan sosialisasi bertajuk “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana”, yang digelar di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Jumat (10/10).
BACA: Bea Cukai Kalbar Berhasil Gagalkan Penyelundupan Rokok dan Daging Ilegal Senilai Rp2 Miliar
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Komisi XIII DPR RI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta dihadiri oleh Wakil Ketua LPSK Mahyudin, Sekretaris Jenderal LPSK Sriyana, perwakilan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, organisasi bantuan hukum, media, dan organisasi masyarakat sipil.
Kalimantan Barat: Tantangan dan Fakta Lapangan
Sebagai wakil rakyat dari Kalimantan Barat, Franciscus menyatakan bahwa komitmennya untuk memperjuangkan perlindungan saksi dan korban tidak hanya dilakukan dari ruang parlemen, tetapi juga melalui kunjungan langsung ke lapangan.
BACA: Skandal Proyek PLTU di Kalbar: Kisruh, Persekongkolan, dan Kerugian Negara
“Selama tahun ini, saya telah mengunjungi delapan lapas dan rutan di wilayah Kalimantan Barat I. Dari sana saya melihat bahwa tiga jenis kasus paling banyak terjadi adalah tindak pidana umum, narkotika, dan perlindungan terhadap anak,” ujarnya.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 67 permohonan ke LPSK terkait tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak (TPKSA). Sementara itu, hingga tahun 2025, di Lapas Ketapang, Pontianak, dan Bengkayang, tercatat kurang lebih 254 pelaku ditahan atas kasus perlindungan anak. Fakta ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masih menjadi masalah serius di Kalimantan Barat.
BACA: Skandal Proyek PLTU di Kalbar: Kisruh, Persekongkolan, dan Kerugian Negara
“Masih banyak korban yang tidak melapor karena takut atau tidak tahu harus ke mana mencari perlindungan. Di sinilah pentingnya kehadiran negara, lewat LPSK, aparat hukum, pemerintah daerah, dan semua elemen masyarakat,” tegas Franciscus.
DPR RI Dorong Reformasi Perlindungan Saksi dan Korban
Dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi XIII, Franciscus menjelaskan bahwa DPR memiliki peran penting dalam memperkuat sistem perlindungan saksi dan korban berdasarkan tiga fungsi utama: legislasi, pengawasan, dan anggaran.
“Saat ini kami tengah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas RUU Perubahan Kedua atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. RUU ini sudah masuk dalam Prolegnas 2025, sebagai respon atas kompleksitas kasus kekerasan yang meningkat dan masih lemahnya implementasi perlindungan di lapangan,” jelasnya.
BACA: Konten Kreator Rizky Kabah Ditangkap Polda Kalbar
Langkah ini dinilai penting untuk mendorong reformasi menyeluruh, mencakup pembaruan regulasi, penguatan kelembagaan, peningkatan dukungan anggaran, serta pembangunan jejaring koordinasi lintas sektor antara LPSK, aparat hukum, pemda, dan masyarakat sipil.
Aksi Konkret dan Kolaborasi Lintas Sektor
Franciscus juga menekankan bahwa perlindungan saksi dan korban tidak akan efektif tanpa dukungan nyata dari berbagai pihak. Ia menyebutkan beberapa program yang telah berjalan dan perlu terus diperkuat, di antaranya:
- Program Sahabat Saksi dan Korban (SSK) oleh LPSK, yang memberikan layanan perlindungan, pendampingan medis dan psikologis, serta konsultasi hukum.
- Pos Bantuan Hukum (Posbakum) dari Kemenkumham, yang memberikan informasi dan pendampingan hukum gratis bagi masyarakat.
“Program-program ini adalah bentuk nyata sinergi antar lembaga. Tapi kita tidak boleh berhenti di situ. Pemerintah daerah, aparat hukum, media, dan akademisi juga harus aktif memastikan bahwa perlindungan hukum benar-benar menyentuh korban, bahkan yang berada di desa-desa terpencil dan perbatasan,” tambahnya.
BACA: Dukung Pertumbuhan Ekspor SDA di Kalbar, Fenty Noverita: Perempuan Harus Dilibatkan
Tanggung Jawab Bersama, Tanggung Jawab Kemanusiaan
Franciscus menutup sambutannya dengan ajakan kuat kepada seluruh elemen bangsa untuk menjadikan perlindungan saksi dan korban sebagai tanggung jawab kemanusiaan bersama.
“Negara hadir bukan hanya untuk menghukum pelaku, tapi juga untuk melindungi mereka yang berani berkata benar. Mari kita bangun budaya hukum yang melindungi, bukan menakuti. Dari Kalimantan Barat, kita ingin masyarakat merasa aman, berani bersuara, dan percaya bahwa keadilan adalah hak setiap warga negara,” pungkasnya. Ia berharap kegiatan ini menjadi momentum memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan berpihak pada korban.

