ZONA KALBAR, KAPUAS HULU – Ruang sidang Pengadilan Negeri Putussibau terasa dingin, Kamis (30/10/2025). Di sana, lima pemuda duduk dengan wajah tertunduk, menunggu dimulainya lembaran baru dalam hidup mereka sebagai terdakwa kasus Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Di antara kelimanya, ada FD, seorang mahasiswa PDD (Program di Luar Domisili) Polnep Kapuas Hulu, yang mimpinya untuk meraih gelar sarjana kini terancam pupus.
Kasus ini bukan sekadar catatan kriminal biasa. Ini adalah potret buram tentang perjuangan seorang anak manusia melawan kerasnya kehidupan. FD, dengan seragam tahanan yang membalut tubuhnya, adalah simbol dari impitan ekonomi yang memaksa seseorang mengambil jalan pintas, meski berisiko tinggi.
Lima sekawan itu ditangkap aparat kepolisian pada 15 Agustus 2025 lalu, saat tengah menggali bumi di lokasi PETI di Desa Ingko Tambe, Kecamatan Putussibau Selatan. Mereka adalah ML, AR, WN, FD, dan AR. Namun, sorot mata publik tertuju pada FD, si mahasiswa semester lima yang terpaksa menanggalkan buku kuliah demi mencari sesuap nasi.
BACA JUGA: Pemuda Tani HKTI Kalbar Dukung Langkah Tegas Kapolda Kalbar Berantas PETI
“Saya baru dua hari kerja sudah ditangkap,” lirih FD usai persidangan. Suaranya bergetar, menahan tangis. “Rencananya hasil kerja mau bantu orang tua, tapi nasib berkata lain.”
Di usianya yang masih muda, FD harus menghadapi kenyataan pahit. Ia terjerat hukum karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ayah dan ibunya di kampung halaman menggantungkan harapan padanya. Biaya kuliah yang semakin tinggi membuatnya kalut. Dalam benaknya, hanya ada satu cara untuk meringankan beban orang tua: bekerja di tambang emas ilegal.
FD bukan pemilik modal, bukan pula dalang di balik aktivitas PETI ini. Ia hanyalah seorang buruh, seorang pekerja kasar yang berharap bisa mengumpulkan sedikit uang untuk membayar uang kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Alat-alat tambang yang mereka gunakan adalah milik Pak Luwat, seorang warga setempat yang masih memberikan perhatian kepada mereka selama masa penahanan.
BACA JUGA: FKBK Tantang Kapolda Kalbar Serius Tertibkan PETI di Wilayah Kalbar
“Kami hanya pekerja, Pak,” tegas FD. “Kami tidak punya apa-apa.”
Dengan statusnya sebagai mahasiswa, FD berharap majelis hakim dapat melihat situasinya dengan hati nurani. Ia ingin kembali ke kampus, menyelesaikan studinya, dan mewujudkan cita-citanya. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.
Pihak kampus pun mengakui status FD sebagai mahasiswa aktif. Pelaksana Harian PDD Polnep Kapuas Hulu, Reza Farhandasi, mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari pimpinan terkait status FD.
BACA JUGA: Puluhan korban Tertimbun Tanah Longsor PETI di Bengkayang
“Kami prihatin dengan situasi yang dialami oleh mahasiswa kami,” ujar Reza. “Kami berharap yang terbaik untuk FD.”
Kasus FD adalah cermin bagi kita semua. Ini adalah pengingat bahwa di balik gemerlap kota, masih banyak anak muda yang berjuang mati-matian untuk meraih pendidikan. Mereka adalah harapan bangsa, aset berharga yang seharusnya kita lindungi dan dukung.
BACA JUGA: Puluhan korban Tertimbun Tanah Longsor PETI di Bengkayang
Semoga FD mendapatkan keringanan hukuman dan bisa kembali menata masa depannya. Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa kemiskinan bukanlah alasan untuk melakukan tindakan melanggar hukum. Namun, negara juga harus hadir untuk memberikan solusi bagi mereka yang terimpit ekonomi, agar tidak ada lagi FD-FD lain yang terjerat dalam pusaran PETI demi biaya kuliah.**

