Pelayanan kepada masyarakat adalah salah satu kewajiban utama suatu negara. Bukan sekedar pelayanan, tetapi negara lewat pemerintah sebagai pelaksana negara, wajib mengupayakan pelayanan yang optimal.
Optimalisasi pelayanan oleh negara, khususnya terkait hak dasar, harus diberikan kepada seorang manusia mulai dari keberadaannya pertama kali di dunia. Artinya negara harus hadir sejak seseorang keluar dari rahim ibunya, hingga kelak ia meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Salah satu wujud konkrit negara hadir dihari pertama manusia Indonesia dilahirkan adalah, kesiapan perangkat sistim dan administrasi negara mencatatkan identitas yang bersangkutan dalam dokumen administrasi negara berupa Akta Kelahiran atau Akta Lahir. Dengan demikian pada saat seorang manusia Indonesia dilahirkan, maka idealnya, pada hari yang sama negara harus sudah secara resmi pula mengakui yang bersangkutan sebagai warga negaranya. Bukti formal terkait eksistensi seorang individu sah, diakui secara de jure sebagai warga negara adalah, tercatatnya identitas yang bersangkutan dalam dokumen Akte Kelahiran.
Akta Kelahiran atau bisa disebut dengan Akta Lahir adalah tanda bukti berisi pernyataan yang teramat sangat penting dan diperlukan guna mengatur dan menyimpan bahan keterangan tentang kelahiran seorang bayi dalam bentuk selembar kertas yang sudah dicetak. Sesuai dengan Permendagri 109 Tahun 2019 Kutipan akta kelahiran dicetak diatas kertas HVS ukuran A4 80 gram dengan tanda tangan elektronik Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Merupakan bukti sah mengenai status dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi NIK sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat lainnya.
Selama ini pengurusan akta kelahiran menjadi beban tersendiri bagi orang tua bayi yang baru dilahirkan. Khususnya bagi masyarakat kecil kurang mampu (baik kurang mampu secara finansial, akses pelayanan sosial, maupun intelektual) ini menjadi hal yang relatif “merepotkan”, menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran, sementara itu mereka harus beraktivitas mencari nafkah penghidupan. Bayangkan jika seorang buruh harian harus mengalokasikan beberapa hari untuk mengurus Akta Kelahiran anaknya. Maka dalam beberapa hari tersebut yang bersangkutan harus rela kehilangan upah yang sebenarnya sangat mereka butuhkan untuk menghidupi keluarganya. Belum lagi sebelumnya mereka sudah terbebani dengan biaya persalinan dan kesibukan mengurus ibu serta bayi pasca persalinan.
Lalu pertanyaannya dimana negara ? Saat masyarakatnya membutuhkan bantuan, inilah seharusnya negara menghadirkan dirinya sebagai pelayan sekaligus pelindung yang memberikan solusi secara paripurna.
Dapat dikatakan bahwa, pemberian Akta Kelahiran adalah hak dasar yang harus dipenuhi negara kepada warganya. Salah satu bentuk implementatatif dari penegakan Hak Asasi Manusia, khususnya di Indonesia dibidang kependudukan. Karenanya proses pengurusan dan penyerahan Akte Kelahiran kepada warga negara Indonesia, harus memenuhi beberapa kriteria fundamental yang harus diupayakan secara sungguh-sungguh oleh negara, yaitu diantaranya; Mudah, Murah, Cepat, Non Diskriminatif, dan Menyenangkan.
Mudah, artinya prosesnya sederhana tidak bertele-tele, tidak membuang banyak energi dan pikiran pihak pemohon Akta Kelahiran.
Murah, artinya tanpa biaya sama sekali yang harus dibebankan kepada pihak pemohon Akta Kelahiran.
Cepat, artinya prosesnya tidak memakan waktu yang relatif panjang. Diupayakan semua bayi yang telah diberi nama langsung mendapatkan Akta Kelahirannya dihari dimana dia dilahirkan.
Non Diskriminatif, artinya dapat diakses oleh siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama, pendidikan, profesi, jenis kelamin, strata sosial, atau identitas primordial tertentu. Melayani dengan standar yang sama kepada semua warga negara.
Menyenangkan, artinya proses dilakukan secara ramah dan bersahabat dengan memperhatikan etika, budaya, sopan santun, dan moralitas yang berlaku secara universal maupun yang berlaku secara partikular (kearifan lokal).
Sebagai konsekuensi logis dari paparan diatas, maka negara harus membangun suatu sistem kependudukan terpadu guna menghadirkan pelayanan Prima yang Bersahabat. Sistem Kependudukan yang Berorientasi Kebutuhan dan Kepuasan Masyarakat.
Proses pengurusan dan penyerahan Akta Kelahiran kepada masyarakat hanyalah salah satu contoh kasus faktual, bagaimana negara dalam hal ini pemerintah belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada warganya. Sebagai indikator ketidakoptimalan yang dapat terukur secara empiris adalah, negara sampai saat ini masih belum mampu memberikan hak dasar kependudukan berupa Akte Kelahiran kepada seorang warganya dihari dimana warga tersebut dilahirkan, tepat sesaat ketika nama telah diberikan kepada sang bayi.
Deskripsi secara lebih gamblang dan sederhana adalah, seorang bayi di Indonesia, seharusnya sangat berpotensi untuk memiliki Akta Kelahiran yang dikeluarkan, dihari, tanggal, dan tahun yang sama dengan hari, tanggal, dan tahun saat bayi tersebut dilahirkan. Seperti kata Presiden Jokowi, kata kunci era ini adalah “Cepat”.
Tentu saja semua gambaran output pelayanan kependudukan tersebut bukanlah hal sulit lagi untuk diwujudkan, di era dimana kecanggihan tehnologi informasi dan komputerisasi digital sudah semaju seperti hari ini. Hal lainnya adalah pemerintah memang harus merangkul banyak pihak untuk merealisasikannya, khususnya pihak rumah sakit dan klinik bersalin misalnya.
Sebagai pembatasan masalah, pendeskripsian fenomena kegagalan optimalisasi negara, dalam memberikan hak dasar kependudukan, khususnya penyediaan Akte Kelahiran yang “Cepat” kepada warganya, dibatasi pada pengamatan kasus di wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
Akhirnya tulisan ini semoga dapat direspon secara positif oleh representasi negara di daerah yaitu Pemerintah Daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kota / Kabupaten khususnya di lingkup wilayah Kalimantan Barat. Respon positif berupa evaluasi dan perbaikan sistem adalah indikator jelas yang menunjukan komitmen pihak terkait bagi penegakan HAM dibidang kependudukan.
PENULIS : Muhammad Darwin, Sekretaris DPD Gerakan Pemuda Marhaenis Kalimantan Barat (
Ditulis dalam rangka menyambut hari HAM Internasional, 10 Desember 2022)