Opini: Pemilu Ditangan Anak Muda
Penulis: Zubairi
Dari tempo dulu hingga kini pemuda terus mengambil peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa ini. Bahkan dari masa ke masa pemuda terus memainkan peranannya, baik di bidang ekonomi, politik, budaya serta pendidikan. Eksistensi pemuda hingga kini pun masih memilik trend positif sesuai dengan kapasitas, level serta kesempatan ruang yang memungkinkan mengeksplor potensi, dan energinya untuk bangsa dan negara yang dicintai.
- Pemilu 2024 dan Tantangan Politik Identitas
- Tinggalkan Politik Berbasis Identitas Sebagai Paradigma Kontra Produktif
Terlebih saat ini keberadaan pemuda menjadi titik penting terhadap berlangsungnya pemilu. Sebagai negara yang didominasi kelompok pemuda (bonus demografi) tentu keterlibatan generasi Z menjadi sangat urgent yang perlu diperhatikan. Keterlibatan kelompok Z tentunya akan memberi pengaruh terhadap proses dan hasil pemilu yang ideal, apalagi pemilu merupakan instrumen negara yang sah sebagai tolak ukur keberhasilan demokrasi dan alat kedaulatan rakyat tertinggi yamg dimandatkan melalui UUD 1945.
Momentum pemilu harus ditangkap secara positif bagi kelompok pemuda, apalagi diberi ruang istimewa melalui UU nomor 7 tahun 2017 tentang kepemiluan, yaitu dengan membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada kaum muda untuk terlibat mengambil bagian menjadi penyelenggara pemilu. Bila mengacu pada uu tersebut salah satu syarat menjadi penyelenggara level Adhoc yaitu minimal berusia 17 tahun untuk PPK, PPS, KPPS serta berusia 25 tahun untuk Panwascam dan level dibawahnya. Padahal kita ketahui di dalam dinamika politik pemilu syarat dengan godaan, intrik, intervensi bahkan juga intimidasi. Sehingga menjadi penyelenggara pemilu bisa dikatakan bukanlah hal mudah, meskipun itu di level badan edhoc sekalipun. Terlebih kelompok pemuda sangat minim pengalaman, yang kerap dibanding dengan generasi X yang padat pengalaman dan jam terbang yang cukup.
Namun dari kesempatan inilah, Gen Z diuji dan digembleng secara mental, moral, etika, kapasitas, serta integritasnya dalam menjalankan dan memainkan peranannya. Bahkan Ir. Soekarno Presiden pertama yang melewati masa muda dengan pergulatan pemikiran dan pergerakan politik begitu yakin kelompok pemuda memiliki power dan spirit yang mampu mengubah hal terberat sekalipun. Hal itu tergambar dalam sebuah kutipan Pidato Bung Karno yang berbunyi “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku guncang dunia.”
Sebagai ruang tak terpisah, pemuda juga diberi kesempatan untuk terlibat dalam dunia politik praktis, misalnya dimana untuk syarat mendaftar calon legislatif dan DPD disyaratkan minimal berusia 21 tahun. Meskipun seusia sesuai syarat tersebut kecil kemungkinan terpilih dalam pertarungan politik, karena alasan kost, dan modal politik lainnya, namun dengan dibukanya peluang tersebut negara meyakini pemuda memiliki kemampuan masuk dalam ruang dinamika politik praktis.
Keterlibatan kelompok pemuda tidak hanya sebatas itu. Pemuda bisa juga bagian di pegiat demokrasi dengan memberikan edukasi politik, sebagai filter terhadap ancaman politik sentimen yang dibentuk melalui opini politik Identitas. Bahkan juga sebagai solusi untuk mencerdaskan pemilih dan peserta pemilu dari politik uang yang kini masih menjadi tren demokrasi.
Pemilu sebagai arena pertarungan politik yang sah dalam sistem negara demokratis telah menempatkan pemuda sebagai aktor penting yang perlu mengambil bagian strategis di beberapa level dan ruangnya. Sebagai aktor yang telah diberi keistimewaan, pemuda kemudian telah mengambil posisi dan perannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tinggal kita semua menunggu, seperti apa hasil kelompok Gen Z untuk kemajuan nasional dan cita-cita bangsa.
Menguji Eksistensi Pemuda
Keistimewaan yang diberikan kepada pemuda tentu perlu disyukuri, sebagai keniscayaan dan bagian yang tak terpisahkan, bahwa keistimewaan tersebut merupakan beban berat yang dipikul kaum muda, terlebih menuju pembangunan nasional yang lebih maju dan bermartabat. Artinya, apapun yang terjadi kelak di masa depan baik buruknya merupakan hasil torehan kaum muda dan akan menjadi catatan sejarah di kehidupan selanjutnya.
Sebagai generasi yang minim pengalaman, pasti generasi Z akan diuji dengan gemerlap duniawi dan godaan kekuasaan semata. Hal ini bisa kita gambarkan, apabila, ketika di posisi menjadi pemilih maupun menjadi penyelenggara mudah tergiur dengan transaksi politik uang. Saat menjadi peserta pemilu bisa saja menjadi otak intelektual transaksi politik uang. Dan yang paling mengerikan mereka mengambil bagian menjadi propaganda politik Identitas yang menjurus terhadap perpecahan dan sentimen.
Untuk itu generasi Z perlu bekal yang cukup untuk mengimbangi tantangan yang ada. Selain karena dinilai minimnya pengalaman, kelompok pemuda diidentikkan dengan kelompok orang yang masih belum stabil baik ekonomi, emosi maupun wawasan politik. Jangan sampai celah tersebut kemudian menjadi peluang bagi yang hanya mementingkan kekuasaan saja, untuk merusak jatidiri pemuda, sehingga kemudian juga mencoret dan memutus historis citra pemuda. Untuk itu kemampuan membaca situasi dan sejarah dapat menjadi modal utama menghadapi tantangan dalam keterlibatannya dalam proses demokrasi.
Sadar Politik
Tidak ada pilihan lain, bagi kaum muda selain memiliki modal kesadaran ‘Politik’. Namun kesadaran politik ini pun tidak mudah didapat, karena tidak bisa hanya didapat dengan hanya ‘Bimsalabim’ kesadaran politik perlu gali melalui literasi yang cukup. Literasi itu mulai dari gemar membaca sejarah politik, mendengarkan, mendebatkan melalui kelompok-kelompok sadar demokrasi, hingga kajian politik kebangsaan yang selaras dengan nilai-nilai Ideologis.
Di sini, lagi-lagi pemuda dituntut untuk mengambil bagian dan menjadi aktor intelektual untuk menggiring dan membentuk opini publik, seperti apa dan bagaimana berpolitik yang ideal sesuai dengan cita-cita bangsa yang digariskan oleh pendiri bangsa. Melalui catatan sejarah, tentu kita juga telah membaca bahwa pemuda selalu menjadi otak pemikir dan pergerakan politik di tanah air ini, catatan itu bisa kita baca di sejarah Sumpah Pemuda, kemerdekaan Indonesia hingga pada reformasi. Nampaknya, memang kaum muda terlahir sebagai fase dimana harus banyak berpikir, berdiskusi dan membaca hingga mawas dan mapan dalam politik.
Tahun 2023 merupakan momentum politik menuju helatan akbar pemilu 2024. Karena sudah memasuki tahun politik sudah barang pasti generasi Z menjadi salah satu segmen yang menjanjikan, mengingat sebagian besar penduduk Indonesia didominasi oleh kelompok pemuda. Artinya, market politik generasi Z cukup besar dan menjanjikan untuk menjadi penentu dan keberhasilan pemilu. Sebagai generasi dengan nilai tawar tinggi kelompok pemuda juga harus memiliki kesadaran, pengetahuan serta pandai membaca situasi agar bisa bargaining Politik. Sehingga keberadaan pemuda ditengah-tengah arus demokrasi memiliki daya tekan dan intervensi untuk mempengaruhi jalannya kekuasaan.**